
Pengumuman PSSI yang menunjuk Alexander Zwiers sebagai Direktur Teknik dalam jumpa pers di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, menandai babak baru perjalanan sepak bola Indonesia. Setelah sekian lama jabatan ini hanya diisi oleh pelaksana tugas Indra Sjafri, kehadiran sosok berpengalaman dari Belanda itu menjadi momentum penting untuk memodernisasi ekosistem sepak bola nasional.
Zwiers bukan nama sembarangan di peta sepak bola dunia. Rekam jejaknya melanglang di berbagai belahan dunia, dari Belanda, Irlandia Utara, Qatar, Arab Saudi, Meksiko, Kazakhstan, China, Uni Emirat Arab, hingga Yordania. Hal itu membuktikan bahwa ia memahami keragaman konteks budaya sepak bola. Pengalaman lintas negara ini menjadi aset langka yang bisa membantu Indonesia, negeri dengan kompleksitas sosial dan geografis yang tak kalah menantang.
Salah satu nilai lebih Zwiers adalah pendekatannya yang menekankan pembangunan sistem, bukan sekadar pembibitan individu. Filosofi ini sejalan dengan kebutuhan mendesak sepak bola Indonesia, untuk bisa keluar dari lingkaran kompetisi jangka pendek dan membangun fondasi jangka panjang. Modernisasi sepak bola tidak lahir dari kejutan satu-dua pemain berbakat, melainkan dari sistem yang menghidupi ribuan pemain, pelatih, dan akademi secara berkelanjutan.
Pengalaman Zwiers bersama legenda Johan Cruyff di Chivas Guadalajara, Meksiko, menjadi catatan penting. Cruyff adalah ikon sepak bola modern yang selalu menekankan filosofi permainan, penguasaan bola, serta pembentukan identitas sepak bola yang khas. Belajar langsung dari pemikir besar seperti Cruyff akan memperkaya perspektif Zwiers dalam membangun “filosofi sepak bola Indonesia” yang belum terumuskan secara jelas hingga saat ini.
Capaian Zwiers bersama Yordania membuktikan efektivitas pendekatannya. Ia berhasil membawa negara Timur Tengah itu ke final Piala Asia 2023, sebuah pencapaian terbesar sepanjang sejarah sepak bola Yordania. Tidak hanya itu, ia juga berperan dalam mengantarkan Yordania menuju putaran final Piala Dunia 2026. Prestasi ini bukan sekadar hasil talenta individu, melainkan manifestasi keberhasilan membangun sistem kompetitif.
Jika Yordania yang relatif kecil bisa bermimpi dan mewujudkannya, Indonesia dengan populasi 270 juta jiwa seharusnya bisa lebih percaya diri. Namun, kuncinya adalah bagaimana meniru prinsip sistemik yang diterapkan Zwiers, yaitu tata kelola kompetisi, pembinaan usia dini, infrastruktur pelatihan, serta kesinambungan filosofi di semua level.
Kehidupan pribadi Zwiers yang menikah dengan warga negara Indonesia dan memiliki seorang putri juga memberi nilai tambah. Integrasi budaya ini diyakini akan membantu dirinya memahami karakter masyarakat lokal Indonesia. Sesuatu yang kerap menjadi hambatan bagi direktur teknik asing sebelumnya. Filosofi sepak bola tidak bisa dipaksakan secara impor, namun harus tumbuh dari akar budaya masyarakat.
Di sinilah letak tantangan utama, yaitu mengintegrasikan pengalaman global Zwiers dengan kearifan lokal Indonesia. Bagaimana filosofi sepak bola Eropa, Timur Tengah, dan Asia Tengah bisa dipadukan dengan semangat kolektivitas masyarakat Indonesia, yang dalam kesehariannya mengutamakan gotong royong dan harmoni?
Modernisasi sepak bola Indonesia setidaknya membutuhkan tiga pilar utama. Pertama, profesionalisasi tata kelola federasi dan liga. Kedua, penguatan ekosistem pembinaan usia dini. Ketiga, pembentukan filosofi permainan khas Indonesia. Zwiers berada pada posisi strategis untuk memimpin transformasi ini.
Namun, semua akan sia-sia jika tidak ada keberanian politik dari PSSI untuk konsisten. Direktur teknik bukanlah pesulap yang bisa menyulap prestasi dalam satu-dua tahun. Ia butuh mandat penuh, kewenangan jelas, serta dukungan struktural dari klub, akademi, hingga pemerintah. Tanpa dukungan ini, pengalaman Zwiers hanya akan menjadi catatan indah di atas kertas.