
Lesunya ekonomi berdampak pada sepinya order perusahaan pembuat bola untuk Piala Dunia 2022 di Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Perusahaan yang berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun itu akan mulai bertahap memberhentikan pekerjanya.
Total pekerja yang akan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai Agustus hingga Oktober 2025 sebanyak 842 orang.
Saat Piala Dunia 2022 di Qatar, Adidas menunjuk perusahaan produsen bola kaki asal Madiun, Indonesia, PT GWI, untuk membuat bola yang digunakan pada perhelatan Piala Dunia bernama Al Rihla.
Sekretaris Disnakerin Kabupaten Madiun, Ratnasari Wandanwulan, menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima surat pemberitahuan dari PT GWI terkait rencana pemutusan hubungan kerja ratusan karyawan pabrik yang pernah mendapatkan order bola Piala Dunia 2022 ini.
“Surat pemberitahuan PHK baru datang beberapa hari yang lalu. Nanti dari dinas akan berkunjung ke pabrik untuk melihat sejauh mana pemberian haknya. Selama ini tidak ada permasalahan, kami sudah menghubungi serikat buruh dan tidak ada masalah,” kata Ratna.
Berdasarkan surat dari PT GWI, pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan karena penurunan order produksi dan restrukturisasi organisasi.
Untuk data detail karyawan yang terkena PHK akan diumumkan melalui serikat pekerja.
Ratna mengatakan, penurunan permintaan saat ini menyebabkan kapasitas produksi PT GWI berkurang drastis.
Untuk itu, bila PT GWI melakukan PHK, harus ada pesangon. “Bila melakukan PHK, harus ada pesangon atau kompensasi sesuai status pekerja,” kata Ratna.
Tak hanya itu, kata Ratna, pihaknya akan memeriksa pembayaran hak pekerja, termasuk jaminan hari tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Bahkan, pengecekan akan dilakukan terhadap setiap orang yang mendapatkan PHK.
Selain itu, Disnakerin Kabupaten Madiun berupaya menyiapkan penyaluran tenaga kerja ke perusahaan lain yang membutuhkan.
Salah satunya adalah pabrik sepatu yang beroperasi di Desa Kuwu, Kabupaten Madiun.
Ia mendapatkan informasi bahwa pabrik itu tengah membuka lowongan sekitar 2.000 pekerja.
Terlebih, saat ini dari lowongan tersebut baru terisi sekitar 30 persen.